Saya memang bukan ahli hukum, wong bisanya cuma ngoding dan itupun juga nggak jago. Semua tulisan pada post ini hanyalah pendapat personal mengenai fenomena yang terjadi di negara kita beberapa hari ini. Coba kita tinjau tentang hukum, keadilan, dan kaitan antar keduanya.
Dari wikipedia, hukum tidak didefinisikan secara jelas mengenai pengertian hukum karena belum ada kesepahaman di antara ahli hukum mengenai pengertian tentang hukum. Dikutip dari statushukum.com, secara umum hukum dapat diartikan sebagai berikut:
Hukum adalah himpunan peraturan (berisi perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat tersebut.
Sedangkan keadilan diartikan sebagai berikut (wikipedia):
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang
Kalau saya analogikan secara sederhana, hukum adalah aturan, sedangkan keadilan adalah kondisi atau keadaan ideal yang menjadi tujuan dibuatnya hukum atau aturan. Sepakat?
Nah, lalu mengapa saya tertarik untuk menulis tentang ini? Karena saya terkadang -atau bahkan seringkali- merasa bahwa hukum tak selamanya berpihak pada keadilan. Masih ingat dengan kasus nenek yang “mencuri” tiga buah kakao yang divonis bersalah oleh hakim? Juga dengan kasus perseteruan kpk vs polri yang saat ini sedang hangat dibicarakan. Mudahnya, kita seringkali menemui hukum yang dirasa tidak adil.
Memang, hukum dibuat untuk memberikan keadilan. Tapi, hakim-lah yang menetapkan suatu perkara. Toh, hakim juga manusia yang sama seperti kita yang punya batasan tertentu. Kalau kita beranggapan mengenai vonis hakim terhadap nenek adalah tidak adil, lalu apa? Hakim telah memutus perkara dengan seadil-adilnya berdasarkan alat bukti di pecrsidangan. Saya sependapat dengan Ust. Sofyan Sofi, Lc. ketika memberikan kajian ba’da maghrib hari Sabtu kemarin, hakim tidak bisa dipersalahkan selama ia telah memutus perkara dengan seadil-adilnya berdasar kepada alat bukti yang ada. Sedangkan keadilan itu urusan Allah. Kalau memang penggugat dirasa “tidak sebanding” dengan tergugat (dalam arti pengacara, saksi, maupun alat bukti), hakim tidak dapat dipersalahkan karena ia telah secara obyektif memutus perkara. Kita memang berusaha mewujudkan keadilan yang sebaik-baiknya, tapi Allah-lah yang Maha Adil. Ingatlah bahwa Allah Maha Adil.
Wallahu a’lam bishawab.